Waton, dalam bahasa Jawa, cenderung bermakna negatif yakni asal atau asal-asalan, sekadar, tidak serius, atau seenaknya sendiri. Warganet mungkin sudah akrab dengan Pak Ndul yang menjadi tokoh utama dalam tayangan lucu di kanal Youtube dengan akun Waton Guyon. Seperti bisa diduga, video-video yang diunggah memang penuh kegembiraan sebab bertujuan menghibur belaka dan oleh karena itu bertajuk waton guyon alias sekadar bercanda.
Namun waton yang ada di Jember berkebalikan 180 derajat dari sifat asal-asalan meskipun tak jauh dari kemeriahan yang menyenangkan. Waton yang merupakan akronim dari Watu Ulo Pegon adalah pesta rakyat yang melibatkan partisipasi warga lewat parade pegon yang menjadi ciri utama perhelatan ini. Pegon adalah kereta roda dua yang ditarik oleh dua ekor sapi yang berjalan hingga 4 kilometer demi memeriahkan rangkaian Waton ini.

Saat menyambut puluhan bloger dari berbagai kota di tanah air, Sabtu 22 Juni 2019, Anas Ma’ruf, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Jember, menuturkan bahwa masyarakat Jember adalah masyarakat pandhalungan atau masyarakat pendatang karena Jember sendiri tidak memiliki masyarakat asli. Tak heran jika jenis kesenian yang muncul dalam Watu Ulo Pegon beragam dan bisa dikenali dari daerah tertentu. Warga setempat punya kebiasaan berlibur ke pantai sambil membawa makanan sendiri selepas lebaran. Lambat laun tradisi itu dikemas hingga menjadi perhelatan akbar seperti saat ini.
Berderap dengan penuh harap Pegon dihias sedemikian rupa Semangat menuju garis finish Puluhan pegon memasuki area parkir, siap menanti pengumuman.
Waton Jember memang punya spirit dan substansi yang mendalam. Parade pegon yang diikuti oleh warga dengan sukarela merupakan sinyal positif bahwa masyarakat dari kalangan apa pun bisa berpartisipasi dan bersatu dalam pergelaran yang dihelat di sepanjang Pantai Watu Ulo ini. Spirit persatuan layak digaungkan dan diperkuat kembali di tengah isu-isu disintegrasi yang kian marak dan ketidakpercayaan kepada pemerintah yang makin mengemuka.
Merawat tradisi
Kalau boleh meminjam bahasa anak millenial, penyelenggaraan Waton Jember pada Minggu 23 Juni 2019 sungguh pecah! Seperti bisa dilihat dalam foto di bawah ini, area utama tempat berlangsungnya acara memang dipadati warga sejak pagi hingga acara tuntas. Hj. Faida, Bupati Jember yang turut hadir dengan menumpang pegon dalam arak-arakan, menyatakan kebanggaannya terhadap membludaknya warga yang meramaikan acara ini. Jumlah peserta lomba dan parade setidaknya meningkat tiga kali lipat tahun ini sementara pengunjung meroket hingga lima kali lipat dibanding tahun lalu. Animo masyarakat yang tinggi merupakan geliat positif bahwa festival atau pesta rakyat bertajuk Waton sungguh berarti dan merasa dimiliki oleh mereka.

Dimulai pukul 9 pagi, Waton 2019 dibuka dengan penampilan Reog Ponorogo yang dipersembahkan oleh Komunitas Singo Brojo. Rekan media dan bloger segera merapat untuk mengabadikan gambar dan video ketika Bujang Ganong atau bocah cilik yang memperagakan tarian dengan corak bela diri yang lincah. Konon Ganongan atau Bujang Ganong melambangkan seorang patih yang cekatan, cerdik, jenaka dan punya kesaktian sehingga aksinya ditunggu-tunggu anak-anak atau remaja.
Reog menyihir penonton Jathilan, lincah dan menawan Tarian rancak penuh semangat Bujang Ganong tampil sangat energik. (Foto: Faisol Abrori)
Jathilan atau jaran kepang tak kalah seru menyedot perhatian para pengunjung. Pembawa acara sampai kesulitan mengondisikan agar pengunjung tidak bergerak terlalu merapat ke panggung karena khawatir menggangu penampil. Beragam jenis kesenian yang ditampilkan dalam festival rakyat ini memang tampak efektif menjadi alat pendorong agar masyarakat yang heterogen dapat membaur dan bergembira bersama dalam gegap gempita tanpa sekat sosial. Terlebih ketika puluhan anak dari Barisan Seni Tari Muda Ambulu menunjukkan kelincahan mereka menampilkan kreasi tari modern yang membuat Ibu Bupati terkesima.
Selain rangkaian reog yang memukau, permainan tradisional juga dihadirkan dalam Waton 2019 di Jember. Salah satu permainan yang menarik penonton adalah egrang yang diperagakan oleh sejumlah anak tak jauh dari panggung utama berlangsungnya acara. Beberapa pengunjung tampak mencoba permainan ini, ada yang berhasil tetapi kebanyakan gagal (termasuk saya). Terbukti permainan tradisional tak bisa disepelekan.
Berani uji ketangkasan?
Lain reog, lain pula Tha’-butha’an. Seperti namanya Tha’-Butha’an adalah boneka raksasa mirip ondel-ondel Jakarta, hanya saja tampil dengan muka menyeramkan karena melambangkan butho alias raksasa jahat. Tha’-Butha’an sejak lama dikenal sebagai budaya Jember dan hari itu turut meramaikan acara Waton 2019 saat menyambut pawai Pegon yang memasuki lokasi acara. Yang mencolok dari Tha’-Butha’an adalah kedua tangannya yang terikat sebagai lambang bahwa hawa nafsu harus ditahan, dikekang, dan dikendalikan agar hidup berjalan seimbang.
Pawai Tha’-Butha’an menyambut kehadiran Bupati yang menumpang Pegon
Memberdayakan ekonomi
Bukan pesta namanya jika tak ada sesi makan bersama. Begitu pula dengan Waton 2019 di Jember, yang dipenuhi dengan aneka sajian kuliner khas Jember. Inilah keunikan Waton di Jember, bukan melulu parade pegon yang dihias begitu meriah sebagai salah satu faktor kemenangan. Potensi lokal betul-betul diberdayakan agar publik punya kepedulian terhadap kekayaan daerah.
Awas ada FBI!
Salah satu daya tarik Waton Jember adalah kehadiran FBI yang menciptakan kemeriahan tersendiri. Eits, FBI ini buka biro intelijen asing loh, melainkan kependekan dari Festival Bakar Ikan yang menyedot ribuan orang untuk berkerumun. Di sisi kanan panggung ratusan peserta turut serta dalam festival bakar ikan dengan memanggang ikan-ikan lokal. Harap maklum karena Jember adalah kota bahari sehingga ikan menjadi komoditas yang patut dipertahankan.
Berlomba dengan gembira Panas tapi meriah! Semua terlibat, semua terpikat! Bu Faida mendampingi Chef Ryan memasak ikan. Ikan lokal berbalut lemon, sedaaap!
Panitia telah menyediakan alat pemanggangan ikan di lokasi perlombaan dan bahkan meminjamkan apron atau celemek khusus berlabel FBI yang membuat peserta semakin bersemangat. Satu alat panggang bisa dipergunakan oleh enam peserta sekaligus sehingga bisa dibayangkan kepulan asap nan harum menyeruak di lokasi acara yang membuat perut semakin lapar. Uniknya, ikan hasil pemanggangan peserta lomba tidak hanya dinilai untuk dicari pemenang–tetapi juga dibagikan kepada para pengunjung yang setia menanti sejak pagi.
Sementara peserta sibuk memanggang ikan, Bu Faida tampak cekatan mendampingi Chef Ryan yang mendemonstrasikan pemanggangan ikan di atas panggung–juga menggunakan ikan lokal. Dengan dilandasi jeruk lemon, ikan jadi tambah harum khas dan sehat tentu saja. Chef Ryan mengatakan bahwa ikan lokal tak kalah dari ikan impor loh. Jadi nilai plus acara Waton Jember adalah menggalakkan kembali penggunaan produk lokal agar daerah bisa berkembang dan mandiri secara ekonomi.
UKM Berdaya!
Bentuk kepedulian pemerintahan daerah, melalui dinas pariwisata, adalah dilibatkannya para pelaku UKM dan UMKM dalam Waton di Jember. Area yang cukup luas itu juga diramaikan oleh sejumlah bisnis UKM dan UMKM lokal yang menjual produk mulai dari kopi, olahan tanaman khas, kerajinan tangan, hingga buah pilihan. Lewat acara positif seperti ini, ekonomi warga dapat terdongkrak karena pemilik bisnis kecil dapat mempromosikan produk/jasa mereka secara murah dan mudah, sedangkan pengunjung lain berpotensi menjadi pembeli yang bisa menularkan informasi seputar produk/jasa tersebut. Belum lagi penjual es dan makanan kecil yang banyak teeersebar di lokasi acara.
Sehat dan bermanfaat Buah merekah, penuh pesona

Sebagai sebuah event lokal yang sarat trdisi dan pemberdayaan ekonomi, Waton atau Watu Ulo Pegon Jember sungguh layak menjadi destinasi wisata bagi para pelancong domestik maupun mancanegara. Saya sempat bercakap dengan 14 mahasiswa pertukaran pelajar asal Cina dan mereka sangat antusiasi mengikuti acara ini–terutama saat menyantap nasi kuning selepas gerebek tumpeng usai.
Tumpeng berisi ketupat dan lepet, diarak menuju panggung untuk selanjutnya dibagi-bagikan.
Lebih dari itu, pemerintah daerah lain bisa mencontoh upaya kreatif Dinas Pariwisata Jember dalam menghadirkan kembali budaya-budaya lokal agar lebih dekat dengan masyarakat di tengah arus globalisasi yang tak mungkin kita hindari. Parade Pegon yang dikemas dalam Waton ini bukan hanya menghibur wisatawan yang hadir, tetapi juga turut meningkatkan taraf ekonomi warga setempat melalui produk lokal yang bisa bersaing secara global.
Jember memang tak ada matinya. Bukan hanya JFC yang fenomenal, Waton yang diselenggarakan tahunan di pesisir Pantai Watu Ulo juga agenda mantap yang wajib masuk dalam itinerary para turis saat berkunjung ke kota berjuluk Kota Seribu Gumuk ini. Waton adalah wujud nyata bagaimana pemerintahan daerah membangun pariwisata berbasis partisipasi massa. Masih ragu mau ke Jember?!
Ke Paiton membeli karton
Karton habis jangan baper
Watu Ulo Pegon itulah Waton
Jangan lewatkan saat ke Jember
Aku kok, ngga sempat lihat-lihat yang bagian pameran produk2 UMKMnya yaa…malah sempatnya beli rujak dan minum air kelapa, hahaha…ngga tahu deh, kalau ada yang jualan kopi juga
LikeLike
Iya, Ni. Pameran produk ada di sisi kiri atau pinggir jalan, kopinya khas loh Jember ini. Dimaklumi kan ibu hamil harus banyak jajan hehe. Untung belinya air kelapa. Ke Jember lagi yuk buat borong kopi dan cokelat!
LikeLike
2 tahun silam, kami alhamdulillah bisa lebaran di sana.. dan menikmati indahnya teluk love di pantai payangan.. semoga tetap terjaga kelestariannya..
LikeLiked by 1 person
Sungguh beruntung bisa ke Payangan dan Teluk Love. Semoga suatu hari nanti saya bisa ke sana. Terima kasih sudah berkunjung, Mas.
LikeLike
Aku udah kepanasan, g sempat lihat ukm ukm nya..haha
Mantap mas rudi, lengkap report nya
LikeLike
Iya, Mbak. Makin siang makin panas memang. Tapi asyik kan bisa makan nasi kuning abis kembul bujono? Ayo balik ke Jember Mbak Dian biar bisa jajan kopi buat suami yang katanya penggila kopi.
LikeLike
Mas Rud balik sini lagi yuuk, kok aku belum bisa move yah dari Event Waton 2019 ini heuuu
LikeLike
Iya, Pul. Banyak yang belum dikunjungi sih, salah satunya Teluk Love di Payangan yang bagus banget katanya. Ayolah agendakan biar bisa borong ning Jember eh oleh-oleh kayak tape sama suwar-suwir. Jangan lupa cokelatnya yang mantab. Waton tahun depan boleh nih datang lagi!
LikeLike
Sebuah tradisi yang patut dilestarikan memang ya. Salut sama Pemda Jember yg sigap merangkul warga menjadikan tradisi sebagai upaya untuk memajukan segala sarana dan infrastruktur ke depannya.
Semoga tahun depan bisa melihat keseruannya lagi…
Salam
Okti Li
LikeLiked by 1 person
Iya, Mbak. Layak ditiru daerah lain dalam mengelola pariwisata lokal agar berkembang. Kalau serius dan niat, harusnya setiap daerah punya potensi yang bisa diperkenalkan dan berdampak pada ekonomi warga sekitar.
Semoga bisa ikut lagi ya tahun depan, dengan pengalaman yang lebih mengasyikkan. Xie xie, Nin!
LikeLike
aku kok pengin balik lagi ke Jember ya, teringat bulan2 ini ada event JFC
LikeLike
Kudoakan bisa balik ya Chi, pulangnya bawa gandengan. Sapa ya wkwkwkw
LikeLike
Saya terkesan bnget lho sm acara Waton malah ikutan rebutan ketupat dan lepet. Dapat msg2 satu. Hehe…tradisi yg kudu dilestarikn y mas?
LikeLike
Emang Mbak, waton bikin ga bisa muvon ya dari Jember, Belum lagi pantainya. Keren!
LikeLike
Selalu seneng kalau ada blog yang bahas tentang desa tercinta…
LikeLike
Wah, asli Jember ya?
LikeLike
Iya mas, rumah saya deket jalan tempat pegon lewat masuk dikit… Tp pas ada acara itu saya ada di Jember, jadi nggak ikut liat…
LikeLike
Oh, gitu, Mantab pokoknya Jember!
LikeLike
Makasih mas… Balik lagi kapan-kapan…
LikeLike
Insyaallah, semoga bisa balik lagi ke Jember.
LikeLike
Aku gak sempat mampir UMKM kemaren, saking ramenya dan takut gak.kebagian tempat pas acara hiburannya.
LikeLike
Paling juga kamu sibuk merapat buat motret para calon ning ya kan? Ngaku dah wkwkwkw
LikeLike