Jumat 14 Februari

Tanggal 14 Februari banyak orang di seluruh dunia merayakan Hari Valentine atau kondang disebut Hari Kasih Sayang. Jagat medsos di tanah air ramai sesak oleh status bahwa Valentine bukan budaya kita. Lumayan menghibur karena rata-rata disampaikan secara satiris, terutama yang berbau utang tapi tak kunjung dibayar. Valentine jelas bukan bukan budaya saya sebab budaya saya adalah minum kopi dan berburu merek yang unik.

Tak terkecuali Jumat pertengahan Februari lalu ketika saya meluncur ke Surabaya pagi-pagi buta dengan menumpang kereta komuter. Sebetulnya agenda utama adalah menghadiri blogger gathering yang dihelat di Klaska Residence, sebuah apartemen bergaya resor di bilangan Jagir Wonokromo. Selepas Subuh saya sudah berangkat karena punya agenda lain. Mumpung ke Surabaya, pikir saya.

Absen dua kali

Sementara basen berbagi nasi di basecamp Nasi Bungkus Community

Berat hati saya bertolak terlalu pagi karena harus absen dari acara ngider alias berbagi nasi bungkus di basecamp Nasi Bungkus Community (NBC). Mbak Pipit yang biasa menemani berbagi pun mengontak saya lewat WA yang berisi permintaan agar saya berjaga di sana seperti pekan-pekan sebelumnya karna ia akan terlambat. Saya lupa mengirimkan izin Kamis malam sehingga ketidakhadiran saya yang mendadak cukup mengagetkannya. Selain Mbak Pipit, yang sering hadir biasanya Mama Zil dan saya karena relawan lain sering berhalangan.

Jumat sebelumnya saya absen ngider karena tak enak badan. Rasanya tak enak absen beruntun seperti itu mengingat kehadiran relawan sangat dibutuhkan untuk membagikan nasi sekaligus mendokumentasikannya untuk laporan kepada donatur. Saya teringat akhir Desember lalu saat menunggu istri yang sedang menjalani kuretase sehingga saya absen ngider juga. Menurut penuturan seorang penerima nasi yang biasa datang, Jumat pagi itu sampai jam 7 tapi belum juga ada relawan yang datang membagikan nasi sehingga nasi teronggok begitu saja di teras basecamp. Rasanya miris mendengarkan cerita itu.

Keberatan kedua adalah karena saya mesti absen mendongeng di Omah Ngaji selepas Asar Jumat itu. Menurut penuturan Mbak Pipit yang rumahnya ditempati Omah Ngaji, sebagian santri sudah tak sabar menantian kehadiran saya untuk mendapat dongeng atau belajar shalat bersama. Sayangnya, Jumat 14 Februari saya terpaksa izin karena acara blogger gathering di Surabaya berlangsung sejak pukul 4 sampai selesai.

Berburu kopi Tugu Buaya

Jalan menuju ke Tugu Buaya

Singkat kata, begitu tiba di Stasiun Pasar Turi sekitar pukul 7 lewat sekian menit, saya langsung meluncur ke warung sebelah stasiun. Tentu saja didahului kunjungan singkat ke toilet, hehe. Pesan secangkir kopi susu dan gorengan untuk mengganjal perut karena saya belum terlalu lapar. Setelah membayar, saya mengaktifkan Google Maps untuk mencari lokasi sebuah toko. Toko apa lagi kalau bukan toko yang menjual kopi.

Antre dulu baru ambil barang.

Toko Tugu Buaya terletak di Jl. Tembok Dukuh, tepat berseberangan dengan pasarnya. Merek kopi yang akan saya beli juga bertajuk Tugu Buaya yang segera menyiratkan asosiasi dengan kota Surabaya, yakni Tugu Pahlawan dan bajul alias buaya sebagai ikon kota ini. Saya sengaja menempuhnya dengan berjalan kaki karena jaraknya tak terlalu jauh sekaligus sebagai sarana berolahraga. Dari Pasar Turi saya bergerak ke kanan menyusuri Jl. Semarang, lurus sampai ketemu perempatan. Itulah perempatan Tembok Dukuh, lalu belok kanan hingga sukses sampai di toko selama kira-kira 20 menit.

Tiba di sana, langsung saya foto penampakan depan toko. Sejatinya ia adalah toko yang menjual banyak barang sembako secara grosir. Selain kopi yang dipajang di depan, mereka menjual minyak, beras, susu, dan beberapa produk lain. Sepagi itu sudah terlihat sejumlah orang yang datang sebagai pembeli dan bergerak ke kasir untuk mengantre. Saya langsung memesan dua renceng kopi plus gula ukuran 18 gram x 10 dan membayarnya di kasir.

Struk saya bawa ke petugas yang berjaga di stan kopi, dan saya pun menerima kopi yang saya mau. Sebenarnya pengin beli kopi tubruk tanpa gula, tapi stok kemasan kecil sedang kosong soalnya saya tak butuh banyak. Untuk pembelian awal, tak apalah kopi plus gula yang bisa saya nikmati begitu saya tiba di rumah esok harinya. Saya ambil beberapa gambar lagi dengan kamera ponsel, lalu berjalan menuju BG Junction demi menumpang Suroboyo Bus.

Meluncur ke Uinsa

Cara naik Suroboyo Bus pernah saya ceritakan di blog ini sehingga tak perlu saya ulangi. Menunggu sebentar, matahari mulai naik dan agak terik, bus pun tiba. Saya masuk dan menyebutkan halte tujuan sembari menyerahkan kartu setor sampah berisi stiker yang masih tersisa enam buah. Petugas melubangi satu stiker lalu saya duduk dan menikmati perjalanan. Jumat pagi lumayan lancar, hanya sempat tertahan sebentar di Urip Sumohardjo.

Mendekati jam 9 pagi saya tiba di halte UINSA atau kampus IAIN Surabaya. Langsung menuju ke masjid untuk bersih-bersih dan melakukan aktivitas ibadah seperlunya. Mendadak teringat Masjid Namira. Kembali leyeh-leyeh di serambi, berharap seorang sahabat akan datang menemani. Ketika turun dari halte, saya sempat meneleponnya dan bercakap sebentar. Sayang, ia sedang sibuk sehingga tak bisa menyambangi. Padahal rumahnya berada persis di belakang kampus. Karena dia sedang di luar, apalah guna saya menghampirinya di rumah?

Saya buka Bekisar Merah karya Ahmad Tohari yang belum selesai dibaca. Sesekali membuka smartphone yang dayanya semakin melemah. Saya lihat sekeliling, mahasiswa atau mahasiswa terlihat hilir mudik entah berjalan atau mengendarai roda dua. Mencoba memejamkan mata agar nanti tak mengantuk saat khatib menyampaikan khutbah, tapi saya tak bisa. Terus membaca sambil mengintip ponsel yang saya pasok daya dengan sebuah powerbank. Masih rebahan, tapi bukan #SabtuRebahan, haha.

Nasi kerabu lezat

Tiba juga waktu Jumatan. Jemaah memenuhi seluruh masjid, tak hanya kalangan mahasiswa yang hadir. Khutbah dan shalat berjalan lancar. Khatib yang saya duga adalah dosen gaek mengingatkan perlunya manusia, terlebih hamba beriman, untuk kembali kepada Tuhan sambil menyitir pendapat August Comte filsuf kondang itu. Selepas Jumatan, saya rebahan sebentar lalu bangun untuk membuka lunch box yang disiapkan istri dari rumah. Nasi kerabu berwarna biru saya santap bersama selingkar telur ceplok. Kurang nendang karena tak ada sambal, hehe. Sepuluh menit sebelumnya saya sempatkan ke kantin kampus yang jaraknya lumayan jauh dari masjid. Saya beli air mineral dan roti isi sebagai variasi.

Sebelum Asar saya meninggalkan area kampus. Menyeberangi Ahmad Yani untuk menumpang Suroboyo Bus menuju mal Royal Plaza. Olala, sungguh perjalanan yang sangat cepat karena sangat dekat, haha. Sayang juga stiker melayang dalam jarak begitu pendek hehe. Turun di halte saya pesan Grab dengan metode pembayaran tunai karena sedang tak punya saldo. Babang Grab datang, saya pun senang. Saya membonceng di belakang karena saya penumpang. Kalau saya duduk di depan, berarti saya naik delman pada hari Minggu sementara saat itu hari Jumat dan saya ke kota sendirian.

Tak butuh lama untuk sampai di Klaska Residence. Turun, bayar, lalu masuk dan ketemu Mbak Dian bloger Sidoarjo yang selalu mengaku orang Surabaya karena KTP-nya terdaftar di Surabaya. Beberapa saat kemudian, Vivi bloger Bangkalan datang yang segera saya ajak registrasi ulang di meja panitia. Riska dari Madura dan suaminya pun tampak gembira datang bersama anaknya seorang jagoan. Menit demi menit, para bloger berdatangan; dari Lamongan, Surabaya, Madura, Gresik, Sidoarjo dan Malang, dan bahkan Jember.

Kopdar bloger

Peserta terjauh adalah Prita yaitu bloger asal Jember yang datang ditemani sang suami dan jagoannya Tangguh. Saya ketemu dia saat Sueger Famtrip di Jember pada perhelatan Waton 2019 yang sangat meriah. Sebanyak 29 bloger berkumpul di ruangan meeting, Mas Harris Maulana selaku social media strategist Sinar Mas Land pun membuka acara. Cerita soal kiprah pengembang yang sudah lama membangun berbagai macam properti mewah.

Patricia Irene dari marketing Klaska Residence

Mbak Patricia Irene melanjutkan presentasi tentang apartemen Klaska Residence. Bikin mupeng banget karena harganya lumayan terjangkau dengan desain mewah dan fasilitas sangat lengkap. Saat mengikuti unit show, hasrat hati menggelegak ingin memilikinya. Maksudnya ingin punya unit di Klaska Residence, apartemen bergaya resor di pusat kota Surabaya. Lokasi strategis, desain minimalis, tapi tampak cantik dan manis.

Presentasi sudah, foto-foto sudah, saatnya makan. Kami mendapat voucher untuk dibelikan makanan yang ada di beberapa stan di sana. Hampir semuanya mengantre kebab dan bobal. Roti bakar pun jadi asalkan antrean tak mengular. Kopi gula aren yang saya pesan raib saat saya tinggal shalat magrib di kantor pajak sebelah Klaska. Bukan rezeki, lagian pagi saya sudah ngopi di stasiun.

Pas mau shalat, Mbak Mita menghibahi saya voucher miliknya karena ia tak sempat mengantre mengingat anaknya sudah tak sabar menunggu di luar. Walhasil, saya pulang membawa 3 buah roti canai cokelat keju dan segulung kebab. Sangat beruntung dibantu Mbak Alfa yang mengampu blog pojokmungil.com yang rela mengantre saat saya izin shalat. Akhirnya kami berpisah, kembali ke kota masing-masing. Sebagian balik ke Royal Plaza untuk berbelanja.

Pulang bertiga

Saya, Mbak Hani, dan Misterrudin memesan Grab ke Terminal Purabaya. Tentu setelah berpamitan  dari Prita yang malam itu memutuskan menginap di Surabaya. Jalanan sangat macet dan sempat terjadi drama. Menyasar sebentar. Alhamdulillah sampai juga di terminal. Langsung dapat bus ke Lamongan yakni bus jurusan Bojonegoro. Tujuan Lamongan dari Surabaya cukup enak juga karena bisa menumpang bus tujuan Semarang atau Bojonegoro. Jadi banyak bus. Beda banget sama naik bus dari Lamongan ke Jombang yang unitnya terbatas.

Sampai rumah sekitar jam 10 malam. Bercakap sebentar sama Bunda, anak-anak sudah tidur. Saya sempatkan mandi agar penat sedikit terangkat. Habis mandi dan shalat, malah susah tidur. Baca buku dan nonton film sampai jam satu pagi. Esoknya telat bangun jam 5 pagi padahal ada jadwal mengimami Sabtu pagi di masjid kompleks. Padahal mengimami sangat menyenangkan.

Ya sudah, Jumat 14 Februari berjalan penuh warna walau mungkin terkesan biasa saja. Ketemu banyak teman dan bahkan kenalan bloger baru. Bawa pulang kopi dan voucher belanja, aduh asyiknya! Roti canai dan kebab lezat tiada terkira. Apa yang terjadi pada tanggal 14 Februari kemarin, wahai BBC Mania?

1 Comment

  1. Oh samaan dong, mas… saya juga bawa bekal nasi biru ke kantor, tapi sekali lagi bukan nasi kerabu seperti miliki mas Rudi lho ya. Kalau nasi kerabu pakai santan juga kan?
    Itu ke acara blog gathering-nya seru amat pakai keliling Surabaya sekalian, naik bus Surabaya yang dibayar dari kumpulin sampah plastik. Yang dari Bali nggak ada perwakilan yang datang kala itu kah? Ah, jadi rindu Surabaya, kota kelahiran saya. Kebetulan saya juga belum pernah hadir ke acara blogger gathering saat di Surabaya. Pernahnya yang di Bali saja 😊

    Like

Tinggalkan jejak