5 Hal Yang Dirindukan Saat Ramadan

Banyak hal yang dirindukan saat Ramadan, terutama oleh perantau yang biasa menghabiskan masa kecil dalam memori Ramadan yang khas. Bukan hanya perantau, warga yang menetap di kampung halaman pun selalu punya kenangan indah tentang Ramadan yang pernah dilalui. Tak terkecuali saya sendiri. Setelah merantau belasan tahun di Bogor dan menetap kembali di kota lekahiran, tentu banyak hal yang saya impikan bisa terjadi lagi.

Di tengah pandemi corona yang belum tahu kapan akan selesai, Ramadan tahun ini memang berbeda. Sayangnya perbedaan itu bermuatan negatif sebab membawa konsekuensi yang tidak diharapkan. Anjuran physical distancing akibat wabah menyebabkan dilarangnya warga berkerumun sebagai jamaah di masjid untuk kegiatan-kegiatan yang dulu biasa dikerjakan bersama-sama. sejumlah masjid atau musholla memang masih melakukannya, tapi saya sendiri memilih sebaliknya.

1 | Lalar

Lalar adalah istilah yang dipakai di kampung saya untuk menyebut kegiatan membangunkan orang sahur. Jamak rasanya di beberapa dusun atau desa ketika sekelompok anak atau remaja yang berkeliling kampung dengan menabuh perkusi seadanya guna membangunkan warga untuk bersantap sahur. Biasanya dikerjakan sekitar pukul 2.30 sampai pukul 3 pagi. Tujuannya mulia, untuk membangunkan para ibu yang akan memasak cepat atau menghangatkan makanan sebelum keluarga bersahur.

Di kompleks perumahan kegiatan lalar tampaknya masih ada karena perumahan kami masih terikat sejumlah tradisi pedesaan. Sayangnya, anak-anak kurang terarah dan membangunkan dengan nada yang justru membuat bising alih-alih mengingatkan buat bangun. Malah terganggu, bukannya terhibur—sangat berbeda dengan lalar era dulu. Dahulu kami para anak membawa trutukan yaitu kentongan kecil yang terbuat dari bambu atau akar bambu yang disebut brungki. Suaranya khas dan sering kami pakai untuk menyusun musik yang yang harmonis walau tanpa notasi lagu.

2 | Ngabuburit dan buka puasa bersama

Ngabuburit adalah hal sangat lazim yang dirindukan oleh banyak orang di Indonesia. Istilah yang berasal dari bahasa Sunda ini memang sangat populer sampai-sampai menginspirasi para pegiat kreatif untuk menciptakan nama-nama kegiatan yang tak kalah kreatif dengan memanfaatkan efek bunyi yang mirip. Sebut saja Ngabuburich, sebuah gelar wicara (talkshow) daring yang dihelat oleh sebuah bisnis logistik beberapa hari lalu. Ada juga Ngabuburead yang digunakan untuk mengajak warganet agar tertarik membaca lewat pebelajaran online sebelum bedug magrib.

Ngabuburit bersama NBC dan jajaran Polres Lamongan

Ngabuburit versi saya sewaktu kecil sangatlah sederhana. Selepas Ashar, saya dan beberapa teman biasanya bersepeda keliling masjid. Bermain permainan tradisional yang kami sukai. Sesekali saya dan senior pergi ke tempat penggilingan gabah tak jauh dari masjid untuk melihat aktivitas pekerja di sana. Menariknya, kami juga menikmati lalu-lalang kendaraan yang beroperasi di jalur pantura yakni Sukodadi menuju lokasi WBL saat ini. Setelah itu kami kembali menjelang jam 5 sore untuk mendengarkan pengajian di serambi masjid sampai azan magrib.

Ngabuburit yang tak kalah dirindukan adalah membagikan nasi bungkus atau nasi kotak bersama NBC atau Nasi Bungkus Community yang baru setahun lalu saya ikuti. Acaranya sangat menyenangkan dan berkesan. Dimulai pukul 4, acara dibuka dengan salawatan oleh grup shalawat lokal yang tergabung dalam Syekhermania. Penampilan mereka cukup menyedot perhatian karena musik yang rancak dan vokal yang memikat. Ngabuburit semacam ini berlangsung setiap Jumat sore.

Bergembira dengan hadiah

Momen paling dahsyat adalah berbuka puasa bersama para dhuafa dan fakir miskin pada Jumat pekan terakhir Ramadan, juga bersama NBC. Para undangan terpilih hadir untuk mengikuti acara demi acara, dari panggung shalawat hingga tausiyah. Setelah berbuka bersama ala prasmanan, mereka dipanggil satu per satu untuk mengambil kotak besar berisi bingkisan lebaran beserta amplop berisi uang. Berfoto bersama, lalu pulang. Oh, sungguh rindu pada momen itu, sayangnya tahun ini tak bisa terlaksana akibat wabah. Belum lagi berbuka puasa di Masjid Namira yang selalu luar biasa.

3 | Tarawih dan tadarus

Merindukan tarawih saya kira adalah klangenan banyak orang juga. Buktinya sewaktu ada larangan tarawih ke masjid pun, orang-orang masih berkerumun di sana demi melaksanakan shalat sunnah tersebut. Bisa dimaklumi mengingat tarawih memang cuma bisa dikerjakan selama Ramadan, berbeda dengan shalat sunnah lain yang bisa dilaksanakan di bulan-bulan atau waktu lain. Kami sekeluarga sengaja bertarawih di rumah sampai wabah sirna walau jujur pengin sekali ikut tarawih di Masjid Namira yang dua tahun ini rutin kami singgahi.

Saya juga membatalkan jadwal imam tarawih di masjid kompleks sampai wabah berakhir. Tak terkecuali tadarus atau baca Quran bersama. Tarawih bersama, berapa pun rakaatnya, selalu menyenangkan. Badang berkeringat, raga bisa bugar sekalian. Mendengarkan imam membaca ayat panjang yang merdu, sungguh hiburan menenangkan—apalagi ketika imam sampai menangis dalam bacaannya.

Tarawih dilanjutkan tadarus selalu dirindukan selama Ramadan.

Tadarus masa kecil taka berbeda dengan masa sekarang. Kami duduk melingkar, bergiliran baca sekian ayat dengan lancar. Yang bikin kami semangat membaca tak bisa dimungkiri adalah berkat camilan yang dikirim warga yang kamai sebut jaminan atau takjil. Memang sedikit beda dengan istilah di kota, di mana takjil hanya dipakai untuk menu berbuka sementara takjil kami pakai untuk magrib sekaligus saat tadarus. Namanya anak kecil atau remaja, melihat makanan ekstra sungguh bikin kami semringah. Ada kolak, es cincau, buah, dan malah pernah juga nasi dan lauk. Sedaaap….

4 | Iktikaf

Iktikaf menjadi hal yang dirindukan saat Ramadan meskipun belum lama kami ikuti. Begitu pindah ke Lamongan, informasi iktikaf yang kami buru. Masjid Namira lagi-lagi yang memanjakan jemaah iktikaf. Iktikaf memang tidak populer di masjid kampung. Sementara di kota besar berdiam selama 10 hari di masjid di sepertiga akhir Ramadan sudah makin ramai. Khusus di Namira, iktikaf diikuti oleh jamaah tetap dan musiman. Jemaah tetap mendaftar khusus dan harus bertahan di masjid selama 10 hari tanpa meninggalkan masjid sama sekali.

Kurma dan kopi menjelang imsak, sungguh ideal! Alhamdulillaaah….

Sementara jemaah musiman datang pada hari sesuai kemampuan tanpa ikatan dan boleh pulang selepas shalat dhuha karena biasanyaa mendengarkan tausiyah bakda Subuh. Uniknya, baik jemaah iktikaf tetap maupun musiman dijamu dengan menu sahur ala prasmanan secar cuma-cuma. Santap sahur gratis ini rupanya menyedot warga dari luar kota, bahkan hingga Solo. Anak-anak pun sangat menantikan santap sahur yang menunya selalu menggugah selera. Selalu ada kopi dan teh, juga buah dan camilan lain selama sahur.

5 | Kumpul keluarga

Merindukan kumpul keluarga selama Ramadan, siapa yang tidak? Tahun ini kami tak bisa bersua dengan keluarga lainnya. Rumah kakak terkena aturan PSBB sehingga selama Ramadan bahkan hingga Lebaran mereka tak akan berkunjung ke rumah ibu. Itu artinya tak akan ada buka puasa bersama beberapa hari sebelum Idulfitri. Biasanya menu istimewa dimasak ibu seperti kari ayam sedap begitu masuk 1 Syawal. Santap bakda magrib jadi begitu spesial.

Kumpul keluarga besar yang biasanya berlangsung dalam bentuk arisan pun akan ditiadakan. Sungguh sedih dan memprihatinkan mendapat kabar ini beberapa hari lalu. Ya mau bagaimana lagi, kami harus taati anjuran pemerintah untuk tak berkumpul dan berpotensi menyebarkan wabah. Arisan tahun ini mestinya dihelat di rumah seorang sepupu yang kebetulan pedagang ayam. Semua orang sudah membayangkan menu apa yang akan disajikan pada arisan nanti, yang biasanya tersaji dalam beberapa menu berbeda seperti arisan-arisan sebelumnya di rumah berbed.

Tentu saja karena kangen bertukar berita, apalagi ada yang bekerja di Bekasi yang tak pernah pulang selain pada momen Lebaran. Kerinduan demi kerinduan ini makin menyayat hati ketika saya menyadari bahwa itu semua tak bisa dinikmati tahun ini. Semoga pandemi segera terhenti sehingga 5 hal yang saya rindukan saat Ramadan bisa terwujud tahun depan, atau malah tahun ini juga begitu terjadi keajaiban. Keluarga bisa berkumpul, ekonomi pulih sehingga dapur kembali berkepul.

Adakah yang BBC Mania rindukan selama Ramadan? Mungkin memori masa kecil? Atau kebiasaan bersilaturahmi dengan orang-orang yang disayangi?

7 Comments

  1. Mas, kalo di Surabaya kegiatan anak2 yang bangunin sahur namanya kelotekan hehe. Seru aja sih dulu dengernya karena meski menggunakan alat musik seadanya tapi bisa bikin lagu ciptaan mereka sendiri buat jadi semarak buat bangunin sahur. Kadang mereka diusir dari kampung karena dianggap ganggu tapi kangen juga kalo ingat2 sekarang. Ramadhan kali ini emang berubah, semoga meski di dalam rumah, kita tetap khusuk dalam beribadah. Juga membangun ikatan yang kuat dalam keluarga.

    Like

  2. Yang paling kurindukan di masa-masa Ramadan sekarang ini, pulang ke Jakarta, nyekar makam Bapak Mama dan adik.
    Berbuka puasa dengan lontong isi oncom, bakwan sambal kacang, soto Betawi.
    Sama itifikat di masjid kampung.
    Rasanya udah penuh saja nih hati, rindu dengan kegiatan Ramadan.

    Liked by 1 person

    1. Ya Allah, Mbak, aku langsung mupeng sama bakwan sambal kacang sama lontong isi oncom, khas banget pas di Bogor. Sayang banget di Lamongan ga ada gituan. Terutama lontong isi, ga lazim di sini. Bakwannya juga beda deh, endeus banget kayaknya di Jabar walaupun ukuran lebih mini, hehe. Apalagi yang dijajakan keliling dengan dipanggul, sedaaap, ada juga gorengan yg pake kacang tolo. Semoga pandemi segera berakhir ya Mbak biar bisa ke Jakarta buat nyekar. Sambil tetap mendoakan mereka, aamiin

      Like

Tinggalkan jejak

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s